Materi
Kelas VIII: KONSTITUSI
A. PENGERTIAN KONSTITUSI
Konstitusi berasal dari bahasa Prancis “Constituere” yang artinya
membentuk. Pemakaian istilah konstitusi dimaksud sebagai pembentukan atau
penyusunan suatu negara.
Konstitusi bagi suatu negara merupakan keseluruhan sistem
aturan yang menetapkan dan mengatur tata kehidupan kenegaraan melalui sistem
pemerintahan negara dan tata hubungan secara timbal balik antara pemerintah
negara dan orang seorang yang berada di bawah pemerintahnya.
Konstitusi diartikan juga sebagai hukum dasar, hukum dasar tersebut
dapat tertulis dan dapat juga tidak tertulis. Konstitusi atau hukum dasar yang
tertulis disebut juga Undang-Undang Dasar, sedangkan konstitusi atau hukum
dasar yang tidak tertulis disebut juga konvensi, yakni aturan-aturan dasar yang
timbul dan terpelihara dalam praktek-praktek penyelengaraan negara meskipun
tidak tertulis. Dengan demikian, konstitusi lebih luas dibandingkan dengan
Undang-Undang Dasar (UUD), atau UUD merupakan salah satu bagian dari
konstitusi.
Menurut James Bryce, suatu konstitusi menetapkan:
a) pengaturan mengenai pendirian
lembaga-lembaga yang permanan
b) fungsi dari lembaga-lembaga tersebut
c) hak-hak tertentu yang ditetapkan.
Sedangkan menurut JF. Strong, konstitusi mengatur:
a) kekuasaan pemerintah
b) hak-hak dari yang diperintah
c) hubungan antara pemerintah dengan
yang diperintah.
B. FUNGSI
KONSTITUSI
Fungsi konstitusi, dapat ditinjau dari sudut penyelenggaraan pemerintahan
atau berdasarkan tujuannya. Ditinjau dari sudut pemerintahan fungsi konstitusi
sebagai landasan struktural penyelenggaraan pemerintahan menurut suatu
sistem ketatanegaraan yang pasti yang pokok-pokoknya dalam suatu aturan-aturan
konstitusi atau UUD-nya.
Sedangkan ditinjau dari sudut tujuannya, fungsi kontitusi adalah untuk
menjamin hak-hak anggota warga negara atau masyarakat dari tindakan
sewenang-wenang penguasa.
C. ISI ATAU
MUATAN KONSTITUSI
Menurut A.A.H. Struycken, UUD sebagai suatu konstitusi yang tertulis
merupakan dokumen formal yang memuat:
a) Hasil perjuangan politik bangsa di waktu
lampau
b) Tingkatan-tingkatan perkembangan tertinggi
ketatanegaraan bangsa
c) Pandangan tokoh-tokoh bangsa yang
hendak diwujudkan, baik waktu sekarang maupun yang akan datang.
d) Sutau keinginan dengan mana perkembangan
ketatanegaraan bangsa hendak dipimpin.
Menurut Sri Sumantri (1979:45) konstitusi pada umumnya memuat:
a) adanya jaminan terhadap hak-hak asasi
manusia dan warga negara
b) ditetapkannya susunan ketatanegaraan suatu
negara yang bersifat fundamental;
c) adanya pembagian dan pembatasan tugas
ketatanegaraan yang juga bersifat fundamental.
Menurut Miriam Budiardjo (1977:101), setiap UUD/Konstitusi memuat ketentuan
tentang:
a) organisasi negara, misalnya pembagian
kekuasaan antara badan legislatif, eksekutif dan judikatif, dan sebagainya
b) hak-hak asasi manusia
c) prosedur mengubah UUD
d) Ada kalanya memuat larangan untuk mengubah
sifat tertentu dari UUD.
D. KONSTITUSI YANG
PERNAH BERLAKU DI INDONESIA
Semenbjak proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 sampai sekarang, di
Indonesia telah berlaku tiga macam UUD dalam empat periode:
1) Periode 18 Agutus 1945 sampai dengan 27
Desember 1949 berlaku UUD Proklamasi yang kemudian dikenal dengan UUD 1945
2) Periode 27 Desember 1949 sampai dengan 17
Agustus 1950 berlaku Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Serikat (UUD RIS)
3) Periode 17 Agutus 1950 sampai dengan 5 Juli
1959 berlaku Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS 1950)
4) Periode 5 Juli 1959 sampai dengan sekarang
berlaku UUD 1945
1. Periode 18 Agustus 1945 s/d 27
Desember 1949
Undang-Undang Dasar 1945 sebagai salah satu bagian dari hukum dasar memuat
aturan-aturan pl3kok ketatanegaraan yang dijadikan dasar bagi aturan-aturan
ketatanegaraan lainnya. Beberapa aturan pokok itu mengatur bentuk negara,
bentuk pemerintahan, pembagian kekuasaan, dan sistem pemerintahan.
Ada dua macam bentuk negara, yakni kesatuan dan serikat (federasi). Menurut
Undang-Undang Dasar 1945 bentuk negara Indonesia ialah kesatuan. Ketentuan ini
dapat kita temukan dalam Pasal 1 Ayat 1 yang menyatakan bahwa, "Negara
Indonesia ialah negara kesatuan yang berbentuk republik".
Sebagai sebuah negara kesatuan, kedaulatan negara Indonesia tidak dibagi
-bagi sehingga tidak ada negara dalam negara. Kekuasaan negara dikendalikan
oleh pemerintah pusat. Meskipun demikian, pemerintah pusat memiliki wewenang
untuk menyerahkan sebagian urusannya kepada pemerintah daerah. Sistem inilah
yang lazim disebut desentralisasi.
Sebagai negara kesatuan, Indonesia mengembangkan sistem desentralisasi.
Ketentuan ini tereantum dalam Pasal 18 yang menyatakan bahwa, "Pembagian
daerah Indonesia atas . daerah besar dan keeil, dengan bentuk susunan
pemerintahannya ditetapkan dengan undang-undang, dengan memandang dan mengingat
dasar permusyawaratan dalam sistem pemerintahan negara dan hak-hak asal-usul
dalam daerah::daerah yang bersifat istimewa".
Adapun sifat dan kedudukan daerah-daerah di wilayah negara Indonesia
dijelaskan dalam Penjelasan Pasal 18. Dalam bagian ini ditegaskan bahwa oleh
karena negara Indonesia merupakan negara kesatuan, Indonesia tidak akan
mempunyai daerah, di dalam lingkungannya yang bersifat stoat (negara).
Daerah Indonesia akan dibagi dalam daerah provinsi dan daerah provinsi akan
dibagi pula dalam daerah yang lebih keeil. Pembagian atas daerah-daerah otonom
atau administratif belaka dilakukan dengan undangundang. Di daerah-daerah yang
bersifat otonom akan diadakan badan permusyawaratan rakyat. karena di daerah
pun pemerintahan akan bersendikan permusyawaratan.
Berkenaan dengan bentuk pemerintahan, Undang-Undang Dasar 1945 menetapkan
bahwa pemerintahan negara Indonesia berbentuk republik. Hal ini dapat diamati
dari bunyi ketentuan Pasal 1 Ayat 1. Salah satu bukti bahwa negara Indonesia
memiliki pemerintahan yang berbentuk republik. dapat dilihat dari cara
pengisian jabatan kepala negaranya yang dilakukan melalui pemilihan dan
pengangkatannya oIeh MPR. Cara seperti irii berbeda dengan cara-cara yang
dipraktikkan dalaIn negara-negara kerajaan (monarki) yang umumnya menggunakan
pewarisan atau keturunan.
Adapun menyangkut pembagian kekuasaan Undang-Undang Dasar 1945 menetapkan
beberapa. hal sebagai berikut:
(1) Kekuasaan eksekutif dijalankan oleh presiden dibantu oleh seorang wakil
presiden dan para menteri. Dalam menjalankan higasnya. Presiden diawasi Dewan
Perwakilan Rakyat. Meskipun demikian Presiden tidak bertanggung jawab kepada
Dewan Perwakilan Rakyat.
(2) Kekuasaan legisIatif dijalankan oleh Presiden bersama-sama dengan
Dewan Perwakilan Rakyat. Kerja sama antara Presiden dan DPR tampak dalam hal
pembuatan undang-undang.
(3) Kekuasaan
yudikatif dijalankan oleh Mahkamah Agung.
Kedudukan
badan ini merdeka dari campur tangan kekuasaan pemerintah. namun tidak berdiri
di atas pemerintah. Selain menjalankan kekuasaan kehakiman. Mahkamah Agung
berwenang untuk memberikan nasihat hukum kepada Presiden selaku kepala negara
dalam hal pemberian dan penolakan grasi.
Sistem pemerintahan yang dianut Undang-Undang Dasar 1945 ialah kabinet
presidensial. Menurut sistem ini, presiden ialah penyelenggara pemerintahan
negara yang tertinggi di bawah Majelis Permusyawaratan Rakyat. Dalam melakukan
tugasnya. presiden dibantu oleh para menteri negara yang diangkat
diberhentikan. dan bertanggung jawab kepada presiden.
Namun, dalam penyelenggaraan ketatanegaraan. Ketentuan-ketentuan di atas
belum dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya. Masa-masa setelah Proklamasi
Kemerdekaan dapat diangaap sebagai masa peralihan dengan corak pemerintahan
tersendiri. Pada ketentuanketentuan di atas belum dapat dilaksanakan
sebagaimana mestinya. Pada masa ini kekuasaan presiden sangat luas. Menurut
Pasal IV Aturan Peralihan, selain menjalankan kekuasaan eksekutif, presiden
menjalankan kekuasaan Majelis Permusyawaratan Rakyat dan Dewan Perwakilan
Rakyat. Di samping presiden, hanya ada wakil presiden dan Komite Nasional
Indonesia Pusat yang berkedudukan sebagai pembantu presiden. Presiden dapat
menjalankan kekuasaan dengan seluas-luasnya tanpa dimbangi dan diawasi oleh
lembaga negara lainnya.
Dilatarbelakangi oleh keadaan seperti yang digambarkan di atas, keluarlah
Maklumat Wakil Presiden No. X Tanggal 16 Oktober 1945. Makluma ini mengandung
keputusan bahwa sebelum MPR dan DPR terbentuk, Komite Nasional Indonesia Pusat
diserahi kekuasaan legislatif dan ikut menetapkan Garis-Garis Besar Haluan
Negara. Jika mengingat gentingnya keadaan, pekerjaan sehari-hari Komite
Nasional Indonesia Pusat dijalankan oleh sebuah badan pekerja yang dipilih di
antara mereka dan bertanggung jawaab kepada Komite Nasional Indonesia Pusat.
Perkembangan selanjutnya terjadi pada tanggal 11 November 1945. Badan
Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BPKNIP) mengusulkan mengenai perlunya
pertanggungjawaban menteri kepada Badan Perwakilan Rakyat. Usul ini kemudian
dijelaskan dalam pengumuman Badan Pekerja NomoI 5 Tahun 1945. Di dalam
pengumuman ini dijelaskan dua pertimbangan perlunya pertanggungjawaban menteri
kepada Badan Perwakilan Rakyat, yaitu sebagai berikut:
(1) Bahwa di dalam Undang-Undang Dasar tidak terdapat pasal, baik yang
mewajibkan maupun yang meIarang para menteri bertanggung jawab.
(2) Pada pihak lain pertanggungjawaban kepada Badan Perwakilan Rakyat ialah
suatu jalan untuk memberlakukan kedaulatan rakyat.
Persetujuan Presiden terhadap usul Badan Pekerja diberikan dan diumumkan
dengan Maklumat Pemerintah 14 November 1945. Sejak hari itu, para menteri
menjadi anggota kabinet yang dipimpin oleh seorang perdana menteri yang
bertanggung jawab kepada Badan Perwakilan Rakyat. Sebagai akibatnya, kabinet
presidensial di bawah pimpinan Presiden Soekarno segera meletakkan jabatan dan
digantikan kabinet parlementer yang dipimpin oleh Perdana Menteri Sutan
Sjahrir.
Kenyataan di atas merupakan penyimpangan dari ketentuan Undang-Undang Dasar
1945, khususnya Pasal 17, Ayat 1 dan 2 yang menyatakan bahwa (1) Presiden
dibantu oleh menteri-menteri negara dan (2) menteri-menteri itu diangkat dan
diberhentikan oleh Presiden.
2. Periode 27 Desenber 1049 s/d 17
Agutsu 1950
Konstitusi Republik Indonesia Serikat (RIS) mulai berlaku pada tangal 27
Desember 1949 bersamaan dengan penandatanganan pengakuan kedaulatan Indonesia
oleh Belanda. Konstitusi RIS dihasilkan dari sebuah pertemuan yang dinamakan
"pertemuan untuk permusyawaratan federal" pada tanggal 14 Desember
1949 bertempat di Den Haag.
Konstitusi RIS terdiri atas 197 pasal. Konstitusi ini bersifa sementara
karena menurut ketentuan Pasal 186 Konstituante (sidang pembuat Konstitusi)
bersama-sama dengan Pemerintah akan selekas-lekasnya menetapkan Konstitusi RIS
yang akan menggantikan Konstitusi yang sementara ini.
Bentuk negara yang dikehendaki Konstitusi RIS iarah serikat atau federal,
dengan bentuk pemerintahan republik. Ketentuan ini dapat dikaji dalam Pasal 1
Ayat 1 yang menyatakan, ”Republik Indonesia Serikat yang merdeka dan berdaulat
ialah suatu negara hukum yang demokrasi dan berbentuk federasi".
Sesuai dengan bentuk serikat, wilayah RIS dibagi ke dalam tujuh negara
bagian dan sembilan satuan kenegaraan. Ketujuh negara bagian tersebut adalah:
1. Negara
Republik Indonesia.
2. Negara
Indonesia Timur,
3. Negara
Pasundan. termasuk Distrik Federal Jakarta.
4. Negara
Jawa Timur,
5. Negara
Madura.
6. Negara
Sumatra Timur. dan
7. Negara
Sumatra Selatan.
Adapun yang
termasuk satuan kenegaraan ialah sebagai berikut:
1) Jawa
Tengah
2) Bangka,
3) Belitung.
4) Riau,
5) Kalimantan
Barat (Daerah Istimewa),
6) Dayak
Besar.
7) Daerah
Banjar,
8) Kalimantan
Tengah, dan
9) Kalimantan
Timur.
Negara dan daerah bagian ini memiliki kemerdekaan untuk menentukan nasib
sendiri yang bersatu dalam ikatan federasi RIS. Selain negara bagian dan satuan
kenegaraan tadi, RIS mencakup pula daerah-daerah Indonesia selebihnya yang
bukan daerah-daerah bagian.
Menurut ketentuan dalam Bab Ill, alat-alat perlengkapan federal RIS adalah:
(1)Presiden,
(2)Menteri-menteri.
(3)Senat.
(4) Dewan
Perwakilan Rakyat,
(5) Mahkamah
Agung dan
(6) Dewan
Pengawas Keuangan
Dari ketentuan pasal-pasalnya dapat disirnpulkan bahwa Konstitusi RIS
menganut sistem pemerintahan parlernenter. Dalam sistem pemerintahan rnenurut
konstitusi ini, presiden dan menteri-menteri merupakan Pemerintah. Lembaga
perwakilannya menganut sistem dua karnar, yaitu Senat dan Dewan Perwakilan
Rakyat. Senat merupakan perwakilan negara atau daerah bagian yang setiap negara
atau daerah bagian diwakili dua orang. DPR yang beranggotakan 150 orang
merupakan wakil seluruh rakyat.
Pernerintah melakukan kekuasaan legislatif bersama-sarna dengan DPR dan
Senat. Hal ini dilakukan sepanjang materi undang-undang itu menyangkut satu
atau sernua negara atau daerah bagian; atau mengenai hubungan RIS dengan negara
atau daerah bagian. Adapun pembuatan undang-undang yang menyangkut seluruh
kekuasaan di luar masalah tadi dilakukan oleh presiden bersama-sama DPR.
Selain rnemiliki kekuasaan legislatif yang sangat terbatas, Senat juga
memiliki fungsi sebagai penasihat pemerintah. Bahkan, nasihat Senat wajib
didengar pemerintah apabila menyangkut:
1) urusan-urusan penting negara-negara atau
daerahdaerah bagian,
2) hubungan RIS dengan negara atau daerah
bagian, dan
3) penyusunan Rancangan Undang-Undang Darurat.
3. Periode 17 Agutus 1950 s/d 5 Juli
1959
Hasrat untuk membentuk negara kesatuan tidak dapat dilenyapkan dengan
berdirinya beberapa negara atau daerah bagian. Hasrat ini semakin kuat setelah
di yakini bahwa pembentukan negara-negara bagian itu dilakukan Belanda untuk
memecah persatuan dan kesatuan bangsa.
Pergerakan rakyat yang menuntut pembubaran negara atau daerah bagian dan
penggabungan dengan Republik Indonesia di Yogyakarta muncul di mana-mana.
Penggabungan negara atau daerah bagian yang satu dengan yang lainnya
dimungkinkan berdasarkan ketentuan Pasal 43 dan 44 Konstitusi RIS. Penggabungan
dapat dilakukan dengan ketentuan dikehendak rakyat dan diatur oleh
undang-undang federal.
Untuk mewujudkan kehendak rakyat, Pemerintah RIS dengan persetujuan DPR dan
Senat RIS mengeluarkan Undang-Undan Darurat No. 11 Tahun 1950 ten
tang Tata Cara Perubahan Susuna Kenegaraan RIS pada tanggal 8 Maret 1950.
Segera setelah dikeluarkannya Undang-Undang tadi, beberapa negara bagian
menggabungkan diri dengan Republik Indonesia. RIS hanya terdiri dari tiga
negara bagian, yakni Republik Indonesia, Negara Sumatra Timur, dan Negara
Indonesia Timur pada tanggal 5 April 1950.
Pada tanggal 19 Mei 1950 melalui sebuah perundingan teh dihasilkan sebuah
"Piagam Persetujuan" antara Pemerintah RI dan Pemerintah RIS yang
mendapat kuasa dari dua negara bagian ya masih ada. Kedua pemerintah sepakat
untuk membentuk negara kesatuan sebagai penjelmaan semangat Proklamasi
Kemerdeka 17 Agustus 1945. Negara kesatuan yang akan dibentuk diatur deng
Undang-Undang Dasar. Undang-Undang Dasar tersebut diperoleh dengan mengubah
Konstitusi RIS sehingga prinsip-prinsip pokok Undang-Undang Dasar 1945 ditambah
dengan "bagian-bagian yang baik" dari Konstitusi RIS, termasuk di
dalamnya.
Sejak tanggal17 Agustus 1950, berlakulah Undang-Undang Dasar Sementara
1950. Hal ini bersamaan dengan terwujudnya kembali negara kesatuan, sebagaimana
dicita-citakan Proklam Kemerdekaan 17 Agustus 1945. Pemberlakuan Undang-Undang
Dasar ini ditetapkan dengan Undang-Undang No. 7 Tahun 1950 tentang Perubahan
Konstitusi Sementara Republik Indonesia Serikat Menjadi Undang-Undang Dasar
Sementara Republik Indonesia.
Undang-Undang Dasar Sementara terdiri atas 6 bab dan 146 pasal. Oleh karena
bersifat sementara, berdasarkan Pasal134 ditentukan bahwa Konstituante (sidang
pembuat Undang-Undang Dasar) bersama-sama dengan pemerintah akan secepatnya
menetap Undang-Undang Dasar Republik Indonesia yang akan menggantikan
Undang-Undang Dasar Sementara ini.
Adapun bentuk negara dan pemerintahan yang dikehendaki Undang-Undang Dasar
Sementara 1950 ialah kesatuan pemerintahan republik. Hal ini dapat dikaji dari
ketentuan Pasal 1 Ayat 1 yang menyatakan bahwa: "Republik Indonesia yang
merdeka dan berdaulat ialah suatu negara hukum yang demokratis berbentuk
kesatuan".
Berbeda dengan Konstitusi RIS, Undang-Undang Dasar Sementara 1950 tidak
mengenal Senat. Alat-alat perlengkapan negara selengkapnya dapat dikaji pada
Pasal 44 yang meliputi unsur-unsur.
1) Presiden
dan Wakil Presiden,
2) Menteri-menteri,
3) Dewan
Perwakilan Rakyat,
4) Mahkamah
Agung, dan
5) Dewan
Pengawas Keuangan.
Berdasarkan Undang-Undang Dasar 1950. Presiden bersama-sama dengan Dewan
Perwakilan Rakyat memegang kedaulatan rakyat. Sistem pemerintahan menurut UUDS
1950 diatur dalam Pasal 83 clan 84 sebagai berikut.
PasaI83
(1)
Presiden dan Wakil Presiden tidak dapat diganggu gugat.
(2) Menteri-menteri bertanggung jawab atas
keseIuruhan kebijaksanaan Pemerntah, baik bersama-sama untuk seIuruhnya,
maupun masing-masing unluk kegiatannya sendi ri-sendiri.
Pasa184
Presiden
berhak membubarkan Dewan Perwakilan Rakyat. Keputusan Presiden yang menyatakan
pembubaran itu memerintahkan puIa untuk mengadakan pemilihan Dewan Perwakiran
Rakyat baru daIam 30 hari.
Berdasarkan ketentuan pasal-pasal di atas, nyatalah bahwa UUDS 1950
menganut sislem parlementer. Berdasarkan sistem ini, DPR dapat membubarkan
kabinet. Sebagai imbangannya, presiden memiliki kedudukan yang kuat dan dapat
membubarkan DPR. Mekanisme seperti ini merupakan hal biasa bagi negara-negara
yang menganut sistem pemerintahan parlementer.
4. Periode 5 Juli 1959 s/d 1998
Mengapa dikeluarkan Dekrit Presiden? Pemilu tahun 1955, antara lain,
menghasilkan terbentuknya Konstituante yang bertugas membuat undang-undang
dasar baru sebagai pengganti UUDS 1950. Dalam pelaksanaan tugasnya, para
anggota Konstituante telah berhasil menyepakati berbagai rancangan materi
UndangUndang Dasar tersebut. Akan tetapi, ketika membahas dasar negara, para
anggota Konstituante tidak berhasil mencapai kesepakatan walaupun telah diupayakan
bermusyawarah dalam waktu lama, bahkan dilakukan pemungutan suara. Hasil
pemungutan suara menunjukkan tidak ada pihak yang mencapai 2/3 jumlah suara
walaupun pemungutan telah suara diulang.
Di tengah situasi demikian, muncul desakan dari Presiden Soekarno dan
militer agar Indonesia kembali ke UUD 1945. Akhirnya Presiden Soekarno
mengeluarkan Dekrit tanggal 5 Juli 1959, selanjutnya disebut Dekrit Presiden 5
Juli 1959, yang isinya:
1. menetapkan
pembubaran Konstituante;
2. menetapkan
UUD 1945 berlaku lagi bagi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia, dan tidak berlakunya UUDS;
3. membentuk
Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara yang terdiri atas anggota-anggota DPR
ditambah dengan utusan-utusan dari daerah-daerah dan golongan-golongan, serta
pembentukan Dewan Pertimbangan Agung Sementara
Dalam konsiderans dekrit disebutkan bahwa Piagam Jakarta menjiwai UUD 1945
dan adalah merupakan suatu rangkaian kesatuan dengan Konstitusi tersebut.
Sejak 5 Juli 1959 hingga sekarang Undang-Undang Dasar 1945 terus berlaku.
Pada kurun waktu 1959-1998 tidak diperkenankan diubah sedikit pun, namun
setelah masa reformasi (tahun 1998) telah diadkan perubahan dalam beberapa isi
pasal UUD 1945. Perubahan pada masa reformasi ini dikenal dengan nama Amandemen
UUD 1945.
5. Periode reformasi s/d sekarang
Perubahan UUD 1945 baru terjadi pada era reformasi. Era
reformasi muncul setelah terjadinya krisis ekonomi dan moneter di Indonesia
pada 1997-1998. Di tengah situasi dan kondisi itu, muncul gelombang unjk rasa
mahasiswa dan masyarakat, baik di Jakarta maupun di daerah-daerah. Tuntutan
mahasiswa dan masyarakat, yang semula di bidang ekonomi akhirnya berkembang ke
bidang politik, yakni tuntutan pemberhentian Presiden Soeharto. Desakan para
mahasiswa serta masyarakat yang menghendaki adanya reformasi, akhirnya
menyebabkan Presiden Soeharto berhenti dari jabatannya, yang kemudian
digantikan oleh Wakil Presiden B.J. Habibie pada 21 Mei 1998, pada Sidang Umum
MPR 1998 disahkan Perubahan Pertama UUD 1945, kemudian Perubahan Kedua pada
Sidang Tahunan PR 2000. Perubahan Ketiga UUD 1945 terjadi pada Sidang tahunan
MPR 2001 dan Perubahan Keempat UUD 1945 Sidang tahunan MPR tahun 2002.
Perubahan UUD 1945 yang dilakukan dalam
empat tahap itu untuk menyesuaikan UUD 1945 dengan tuntutan perkembangan jaman
dan kebutuhan bangsa agar tujuan berdirinya negara kita dapat lebih mudah dan
cepat diwujudkan.
0 komentar:
Posting Komentar